πlikarpapua
Prinsip Konservasi Tradisional
Prinsip-prinsip konservasi tradisional, yang dipraktikkan oleh masyarakat adat, sangat berperan dalam menjaga kelestarian alam dan keberagaman hayati. Konservasi ini dilakukan berdasarkan nilai-nilai adat yang telah diwariskan secara turun-temurun, yang sering kali diatur oleh aturan-aturan yang mengikat dalam masyarakat adat itu sendiri. Di Indonesia, terdapat beberapa landasan hukum yang mendukung pengakuan dan perlindungan terhadap konservasi tradisional, terutama yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam.
Berikut adalah beberapa landasan hukum yang mendukung prinsip-prinsip konservasi tradisional:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945)
Pasal 18B Ayat (2): Pasal ini menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya selama masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini memberikan dasar hukum bagi pengakuan terhadap hak-hak adat masyarakat, termasuk hak atas pengelolaan sumber daya alam, yang merupakan inti dari konservasi tradisional.
Pasal 33 Ayat (3): Pasal ini mengatur tentang pengelolaan dan pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara. Namun, prinsip ini dapat diartikan bahwa pengelolaan sumber daya alam yang ada harus dilakukan secara adil dan berkelanjutan, yang sejalan dengan prinsip konservasi tradisional yang dijalankan oleh masyarakat adat.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 6 Ayat (1): Menjamin bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan memperoleh penghidupan yang layak. Dalam konteks ini, masyarakat adat yang memiliki hak atas tanah ulayat dan sumber daya alam juga berhak untuk melestarikan alam mereka sebagai bagian dari pemenuhan hak hidup mereka, termasuk hak untuk mengelola hutan dan tanah adat secara berkelanjutan.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 3 Ayat (1): Undang-Undang ini mengatur bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang. Prinsip ini sangat sejalan dengan konservasi tradisional yang mengutamakan kelestarian alam untuk keberlanjutan kehidupan. Konservasi yang berbasis pengetahuan lokal masyarakat adat sejalan dengan semangat perlindungan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Pasal 4 Ayat (3): Menekankan pentingnya pengelolaan lingkungan hidup yang berbasis pada kearifan lokal dan partisipasi masyarakat, termasuk masyarakat adat. Oleh karena itu, konservasi tradisional dapat dianggap sebagai bagian dari upaya pengelolaan lingkungan yang berbasis kearifan lokal yang harus diakui dan dilindungi.
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pasal 67 Ayat (1): Menyebutkan bahwa masyarakat hukum adat berhak untuk memanfaatkan hutan adat berdasarkan ketentuan yang berlaku dan hak-hak adat mereka. Hal ini memberi ruang bagi masyarakat adat untuk melakukan konservasi hutan melalui aturan-aturan adat mereka, yang sering kali mencakup pelarangan penebangan pohon sembarangan, menjaga kawasan sakral, dan melindungi spesies flora dan fauna tertentu.
Pasal 68 Ayat (1): Menegaskan bahwa masyarakat adat dapat memiliki dan mengelola hutan adat untuk kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ini memberikan dasar hukum bagi masyarakat adat untuk menerapkan prinsip konservasi tradisional dalam pengelolaan hutan.
5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 1 Ayat (3): Undang-Undang ini mengatur bahwa desa sebagai kesatuan masyarakat hukum memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola wilayah serta sumber daya alamnya, termasuk dalam hal pengelolaan dan konservasi sumber daya alam berbasis kearifan lokal.
Pasal 72 Ayat (1): Desa dapat mengembangkan sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berbasis adat, yang dapat mencakup praktik konservasi tradisional dalam menjaga kelestarian sumber daya alam mereka.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Pasal 3 Ayat (1): Mengatur bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan. Ini sejalan dengan prinsip konservasi tradisional yang mengutamakan pengelolaan alam secara berkelanjutan dan menjaga keseimbangan alam.
7. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012
Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan yang mengakui bahwa hutan adat yang dikuasai oleh masyarakat adat adalah milik masyarakat adat, bukan negara. Keputusan ini memberikan penguatan terhadap hak-hak masyarakat adat dalam mengelola hutan adat mereka dengan prinsip konservasi tradisional, sebagai bagian dari hak atas tanah ulayat.
8. Konvensi Internasional:
Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Adat Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDRIP): Pada tahun 2007, PBB mengesahkan Deklarasi Hak-Hak Masyarakat Adat yang mengakui hak-hak masyarakat adat untuk mengelola dan melindungi sumber daya alam mereka, termasuk praktik konservasi tradisional yang mereka lakukan. Deklarasi ini menguatkan posisi masyarakat adat dalam mempertahankan hak mereka atas tanah dan pengelolaan alam.
Prinsip-prinsip konservasi tradisional yang diterapkan oleh masyarakat adat di Papua dan wilayah lainnya di Indonesia mendapat landasan hukum yang kuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat adat dan pelestarian nilai-nilai tradisional yang mengutamakan keberlanjutan alam semakin diperkuat oleh hukum nasional dan internasional. Oleh karena itu, penguatan dan perlindungan terhadap konservasi tradisional melalui pengakuan hukum yang jelas sangat penting dalam melestarikan alam Indonesia, termasuk hutan-hutan di Papua.